masukkan script iklan disini
Rewritten by : Fikri Farikhin,M.Pd.I
Asal usul dan Riwayat Hidup KH. Ach. Muzakki Syah, lahir di desa Kedawung kecamatan Patrang kabupaten Jember pada hari Ahad Manis, tanggal 09 Agustus 1948, dari pasangan keluarga sakinah KH. Achmad Syaha dengan Nyai Hj. Fatimatuzzahra binti KH. Syadali. Sebagai anak yang bertugas menjaga adiknya (bernama Moh. Mahsun, sebab kakaknya yang bernama Mahalli wafat ketika masih bayi), Muzakki kecil secara alamiah telah terdidik menjadi seorang pemimpin, paling tidak dalam mengayomi, sabar, mengalah dan menyayangi adiknya yang lebih kecil, maka tidak heran bila dalam diri Muzakki telah tertanam karakter kepemimpinan yang kelak dapat menjadi modal dasar untuk memimpin umat. Kisah pertemuan KH. Achmad Syaha dengan Nyai Hj. Fatimatuzzahra terjadi ketika beliau masih nyantri di pesantren al-Wafa Tempurejo. Saat itu beliau sering ikut temannya yang bernama Moh. Mu'rab ke Kedawung. Di sana beliau sempat berkenalan dengan KH. Syadali (satu satunya Kyai yang saat itu mengasuh musholla tempat beberapa orang belajar agama dan membaca al-Quf an ).
Kebetulan posisi rumah Moh. Mu'rab tidak jauh dari Musholla itu, maka setiap kali masuk waktu sholat, bindarah Syaha (sebutan untuk orang yang nyantri di pesantren) numpang sholat di musholla tersebut. Setiap kali selesai menunaikan sholat beliau tidak langsung pulang ke rumah Mu'rab, melainkan wiridan dan membaca al-Qur'an terlebih dahulu, serta bertamu untuk silaturrahim dan bertukar fikiran dengan KH. Syadali, hal tersebut terjadi berulang kali. Di lain pihak, KH. Syadali sangat kagum dan simpati terhadap akhlak, kealiman dan kecerdasan tamunya itu, diam-diam di dalam hati KH. Syadali berdoa, Ya Allah, andai anak ini mau menjadi menantuku, tentu perjuanganku mencerdaskan masyarakat dan mengembangkan ajaran Islam di sini akan semakin mudah. Singkat cerita, doa beliau dipenuhi Allah, maka dalam usia 33 tahun Achmad Syaha dinikahkan dengan putri sulung beliau yang bernama Jum'ati (Hj Siti Fatimatuz zahra), yang waktu itu masih berusia 13 tahun. Kira-kira satu tahun setelah pernikahan itu, KH. Syadali wafat dipanggil Allah swt., dengan meninggalkan seorang istri (Ma'ani/Hj Nyai Syadali) dan tiga orang anak, Jum'ati umur 14 tahun (istri KH. Achmad Syaha), Nadifa umur 11 tahun, dan Yazid umur 9 tahun, sejak itu posisi KH. Syadali mengasuh Mushota digantikan oleh KH. Achmad Syaha. KH. Achmad Syaha sendiri diakui banyak orang sebagai seorang ulama' yang wara', tawadlu', 'allamah, dan zuhud di zamannya. Beliau pernah nyantri dan berguru pada waliyulloh KH. Ali Wafa, di pondok pesantren al-Wafa, Tempurejo, Jem-ber selama 23 tahun, selain sangat dekat dengan sang guru, beliau juga dipercaya sebagai kelora'an (santri yang diberi kewenangan mewakili KH. Ali Wafa mengajar kitab kuning) di pesantren tersebut. Kendati KH. Achmad Syaha termasuk tokoh warrosihu-na fil ilmi, punya banyak kedigjayaan, dan telah mencapai maqom spiritual tingkat tinggi, namun beliau memilih mengubur eksistensi dirinya di dalam bumi "khumul" (ketidak terkenalan), konon semua kebesarannya sengaja dirahasiakan demi kemuliaan putra-putranya dimasa yang akan datang. Menurut keterangan KH. Ainul Yaqin, ketika usia perkawinan KH. Achmad Syaha dengan Nyai Hj. Fatimatuzzahra memasuki bulan ketiga, saat itu beliau sedang sholat malam dan membaca Nurul Burhan (kitab manaqib Syekh Abdul Qodir Jailani), KH. Achmad Syaha seakan bermimpi. Dalam mimpinya itu, beliau buang air kecil saat hendak berwudlu', tiba tiba yang keluar bukan air kencing, melainkan dua ekor Macan yang sangat besar, dan mimpi tersebut terus mengiang dalam ingatan kesehariannya. Karena itu KH. Achmad Syaha sangat serius mepersiapkan putra-putranya agar kelak menjadi orang mulia dan berguna, sebagaimana nabiyulloh Ibrahim as, beliau selalu melibatkan putra-putranya dalam setiap doanya, bahkan sejak dua bulan istrinya mengandung calon putra keduanya (kelak diberi nama Muzakki), KH. Achmad Syaha tidak pernah telat menghatamkan Al-Qurian sekali dalam tiga hari, membaca dan menghatamkan Nurul Burhan tiap subuh, dan khusus tiap malam Jum'at beliau menyembelih ayam untuk dzikiran manaqib bersama para tetangganya, padahal saat itu ekonomi beliau sangat memprihatinkan. Atas keistiqomahannya mengamalkan dzikir manaqib syekh Abdul Qodir Jailani ra, KH. Achmad Syaha, menurut cerita Ust. Abdul Jailani, pernah didatangi oleh Rijalul Ghaib, yang merupakan salah seorang guru spiritualnya. Sang guru berujar, "Syaha.. saya melihat dari Madura ada sinar yang sangat terang dan menyilaukan di sini, setelah saya cari, temyata sinar itu berasal dari majelis dzikir manaqib yang kamu baca bersama tetanggamu untuk calon putramu Muzakki yang masih dalam kandungan". (Dalam legenda madura, nama asli dari Rijalul Ghoib itu adalah Sulthon Abdurahman, cucu dari bindarah Saut yang sejak kecil menghilang, sedangkan bindarah Saut sendiri adalah raja sumenep yang bergelar Tumenggung Tirto Negoro, yang berkuasa pada tahun 1750 an). Ketika Muzakki masih berumur satu tahun, konon abah dan umminya sering bermimpi yang aneh aneh, seperti di tuturkan oleh Drs. H. Rifai Ikhsan, suatu waktu KH. Achmad Syaha sekitar jam dua dini hari teriak-teriak (ngelindur). Dalam teriakannya beliau berucap "Muzakki, Muzakki.. turun,…turun.. nanti kamu jatuh, ada apa kamu disitu ..?" saking kerasnya teriakan itu, banyak tetangga yang terbangun dan mendatangi kediaman KH. Achmad Syaha, setelah ditanya kenapa teriak-teriak tengah malam, beliau menjawab saya melihat Muzakki bertengger di langit ke-4 dan tidak mau turun, katanya dia sedang membetulkan pintu gerbang para waliyulloh yang roboh. Selang tiga hari dari peristiwa itu, ganti nyai Fatimah zahra yang mimpi melihat Muzakki kecil berpidato di sebuah terminal dan dikerubuti banyak orang, ketika disuruh pulang, dia tidak mau, malah Muzakki kecil membuka mulutnya (mangab) dan dalam mulutnya terlihat ada kereta api, ada kapal terbang, kapal laut dan semua isi dunia.
KH. Achmad Syaha faham betul bahwa masa kanak-kanak merupakan babak awal dari episode kehidupan seorang manusia yang terus bersambung kepada masa berikutnya, nuansa kehidupan di masa kanak-kanak hampir bisa dipastikan akan mewarnai dan berpengaruh besar terhadap jalan cerita seseorang pada episode berikutnya. Masa kanak-kanak adalah potret masa lalu yang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk melihat potret seseorang setelah dewasa kelak, karena itu, masa kanak-kanak adalah titik basic strategis dalam proses pembentukan karakter dan kepribadian seseorang di masa selanjutnya, di sinilah peran kedua orang tua menjadi sangat dominan. Rasululloh saw bersabda "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani atau Majusi" (Hr. Bukhari Muslim) Spektrum inilah yang menjadikan KH. Achmad Syaha sangat akrab dengan putra-putranyanya, ketika Muzakki dan Mahsun sedang makan atau hendak tidur beliau selalu menemaninya sambil bercerita tentang hal hal ghaib, seperti kehebatan mu'jizat para nabi, kehebatan karomah para wali, tentang lailaitur qodar dan hal-hal ghaib lainnya, semua cerita itu tentu membuat Muzakki kecil sangat senang dan merekamnya dalam-dalam di hatinya. Menurut keterangan KH. Achmad Muzakki syah, pernah dalam suatu kesempatan, waktu itu dirinya sudah kelas II SD, abahnya memanggilnya secara khusus, setelah duduk bersamanya, beliau berkata, anakku, jika kelak kau ingin menjadi orang yang berguna bagi agama dan masyarakat, mulai sekarang persiapkanlah dirimu untuk mendapatkan "lailatur qodar" sebab keistimewaan mendapat lailatul qodar itu menjadikan orang yang menerimanya itu "masagih /mersegi (kotak/Kubus)". Apa masagih itu? selidik Muzakki kecil pada abahnya, KH. Achmad Syaha melanjutkan masagih itu adalah keistimewaan komplit, artinya di samping Ia keramat banyak tamu yang membutuhkannya, ia juga diikuti ribuan jamaah dan santri, termasuk juga tidak berhenti diundang orang dari semua lapisan untuk berceramah atau berdoa serta hidupnya kaya raya. Semasa hidupnya, KH. Achmad Syaha adalah seorang yang gemar bersedekah, meskipun beliau sendiri hidup dalam kekurangan, beliau juga seorang yang sabar dan sangat penyayang pada siapapun, terutama pada para tamu dan tetangga, dalam hati beliau tidak pernah punya rasa benci pada siapapun, konon karena kegemarannya dalam bersedekah itulah, anak keduanya itu di kasih nama Muzakki dengan harapan, agar kelak si anak menjadi seorang yang dermawan dan gemar bersedekah. Lingkungan keluarga KH. Syadali menurut keterangan Pak Mus, sejak awal memang sangat taat dalam menjalankan perintah agama, ketika mereka semua berkumpul dan bercengkerama, yang menjadi tema pembicaraan tidak keluar dari soal kisah-kisah Kyai sepuh, kedigjayaan, kewalian dan hal-hal ghaib lainnya, maka suatu yang niscaya jika kemudian di lingkungan keluarga ini terbentuk "persaingan" berlomba, kuat-kuatan mujahadah untuk taqarrub ilalloh, hampir setiap malam Muzakki, Mahsun dan Moh.Yazid (adik dari Nyai Hj. Fatimatuzzahra) lomba melek untuk tirakat. Latar inilah yang kelak membuat Muzakki lebih senang mendalami ilmu ilmu ghaib daripada ilmu biasa, konon menurut cerita teman-temannya, ketika di pondok Muzakki memang sering melakukan atraksi ilmu-ilmu kedigjayaan, bahkan pernah suatu ketika pulang sekolah, hati Muzakki krentek terhadap sesuatu, maka tidak disangka yang dikrenteki terjadi dengan nyata.
Bersambung……